Rabu, 07 Mei 2014

MAKNA PENCAK SILAT " LAHIRIYAH MENCARI KAWAN BATINIYAH MENCARI TUHAN "

MAKNA PENCAK SILAT

"LAHIRIYAH MENCARI KAWAN DAN BATINIYAH MENCARI TUHAN"

Bela diri ini lebih dikenal dengan nama Pencak Silat. Pencak Silat sendiri adalah nama bela diri yang berasal dari daerah Peninsula Melayu, tersebar dari Sumatera, Burma, Thailand, dan Malaysia. Nama pencak Silat itu sendiri adalah nama yang dipilih sebagai seni bela diri di Indonesia pada tahun 1948.

Silat, sebagai sebuah aliran bela diri (martial art) adalah kesenian yang bertujuan untuk pembelaan diri, terhadap ancaman yang datang dari luar diri. Silat tersebut disesuaikan dengan tujuan atau bentuk ancaman yang datang, oleh sebab itu tiap etnik memiliki cara dan tujuan mempertahankan diri yang berbeda-beda (aliran dan jurus yang berbeda).

Silat telah berkembang dari abad ke 8 berdasarkan temuan artifak di Peninsula Melayu. Silat, dikenal sebagai sistem bela diri yang walaupun terkenal sangat kejam, sangat dipengaruhi oleh berbagai gaya dan budaya di benua Asia serta berkembang dan masuk sebagai seni bela diri di Indonesia. Minangkabau adalah daerah pertama yang mengadaptasi dan mengembangkan silat sebagai seni bela diri khas Indonesia, pada saat kerajaan Sriwijaya di Sumatera yang berkuasa di abad ke 7 sampai 14 Masehi adalah kerajaan pertama yang mengembangkan Silat.

Di Pulau Jawa, Silat masuk dan diadaptasi pada abad ke 11 ketika senjata dan seni bela diri semakin berkembang di masa Majapahit. Awalnya seni bela diri ini hanya dikuasai oleh golongan pejabat, yang menjaganya tetap menjadi rahasia. Akan tetapi perlahan-lahan rakyat juga menguasai seni bela diri ini, dan kemudian mengembangkannya menjadi seni bela diri yang sangat efisien serta efektif. Seni bela diri yang dikembangkan oleh rakyat inilah yang nantinya dikenal sebagai Pencak Silat.

Namun ada cerita lain yang mengatakan bahwa Silat pertama kali dikembangkan oleh seorang wanita bernama Rama Sukana yang menyaksikan pertarungan antara seekor macan dengan seekor burung besar. Rama Sukana mempelajari gerakan hewan tersebut, dan mengembangkan teknik bela diri.

Di Jawa Barat (Sunda), dipercaya bahwa Rama Sukana mempelajari teknik bela diri ketika melihat pertarungan seekor monyet dengan macan, dan dari situ mengembangkan teknik Silat Cimande.
Sedangkan di Minangkabau, Ninik Dato` Suri Diraj (1097-1198) adalah sosok yang mengajarkan silat di Minangkabau (yang dalam dialek setempat dibaca sebagai silek).

Silat sebagai ilmu bela diri khas Melayu, dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tantangan alamnya. Silat kini telah banyak digemari di luar negeri, seperti di Eropa, Amerika, dan Australia. (Yurnaldi, 2002). Bahkan pada taraf tertentu, telah dikembangkan masing-masing oleh negara mereka. Salah satu alasan mengapa Silat menarik untuk dipelajari bagi orang asing adalah model perkelahian yang efektif dan tidak memerlukan kekuatan otot seperti layaknya Judo atau Karate dari Jepang. Kuda-kuda Silat yang mendahulukan ujung kaki sewaktu melangkah dan tidak sepenuhnya meletakkan kaki di tanah sewaktu membentuk kuda-kuda, membuat gerakannya tampak seperti orang menari (Howard, Alexander. 1970).

Menurut Maryono (2000), tujuan Silat juga berbeda bila dibandingkan dengan bela diri lainnya, yaitu “dilahia mancari kawan, dibathin mancari Tuhan” (di lahirnya mencari kawan, di batinnya mencari Tuhan). Selain karena umumnya Silat juga diisi dengan ilmu kebatinan, apabila tidak mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, bisa menyebabkan seseorang menjadi gila, karena Silat berhubungan dengan kebaikan sesama manusia dan menyerahkan diri pada alam gaib.

Karena faktor geografis, menjadikan Silat berbeda-beda tiap daerah. Sesuai dengan pendapat bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan alamnya, menjadikan tiap etnis berbeda satu dengan yang lainnya, demikian juga pengaruh geografis terhadap Silat yang memiliki tampilan, gaya, kuda-kuda, jurus, gerakan, serta aliran yang berbeda. Silat layaknya sebuah kesenian yang dihasilkan oleh suatu kelompok masyarakat untuk memanifestasikan emosi, cita-cita, serta nilai-nilai masyarakat pendukungnya yang disalurkan melalui gerak-gerik, mimik, dan ungkapan bahasa puitis (Mahyunis, 1967). Sehingga dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang berlaku di dalam Silat, merupakan simbol budaya masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari elemen yang selalu ada di Pencak Silat, yaitu (1) salutation / salam, (2) gerakan kaki /  footwork, (3) Jurus, (4) Energi / chakra, (5) musik.

Namun demikian, dewasa ini semakin sedikit orang yang mau mempelajari Silat. Bahkan bila harus memilih jenis bela diri yang akan dipelajari, masih banyak orang dan generasi muda yang memilih ilmu bela diri dari luar, seperti Karate dan Judo dari Jepang, Tae Kwon Do dari Korea, atau Thai Boxing dari Thailand. Bahkan, pelatihan bela diri wajib bagi polisi adalah Judo dan Karate, bukan Silat sebagai bela diri asli Indonesia. Malah, negara tetangga yaitu Malaysia yang terlebih dahulu mewajibkan polisi menguasai bela diri Silat yang dijadikan bela diri wajib bagi polisi di sana.

Semakin kurangnya minat masyarakat untuk mempelajari Silat, tentu akan berdampak pada semakin langkanya Silat serta terancam punahnya bela diri khas Indonesia ini, bila masyarakat tidak didorong untuk lebih mencintai dan memiliki dorongan untuk mempelajari serta mempertahankan Silat.

Beberapa hal yang mempengaruhi semakin langkanya dan sedikitnya orang ingin mempelajari Silat antara lain (1) Metode pengajaran Silat yang konvensional, yaitu seringkali terjadi dari mulut ke mulut antara guru kepada muridnya, sehingga tidak banyak orang yang mengetahui (2) Sangat sedikitnya sumber tertulis dan dokumentasi terhadap seni bela diri Silat (3) Kurangnya sosialisasi yang meluas kepada masyarakat, karena kecenderungannya hanya pada pagelaran tertentu, seperti eksebisi kepada tamu negara, pertandingan di pekan olah raga PON, ASEAN Games, atau SEA Games (4) kurangnya sorotan media masa kini terhadap Silat.

Salah satu usaha sosialisasi Silat melalui media populer baru-baru ini adalah melalui film yang meledak di pasaran, yaitu film Merantau (2009) dan The Raid (2012). Kedua film ini disutradarai oleh orang asing, Gareth Evans, yang justru sangat menaruh minat kepada seni Pencak Silat. Dibintangi oleh atlit Pencak Silat yaitu Iko Uwais dan Yayan Ruhian, kedua film ini kembali menggaungkan keagungan dan kehebatan Silat di mata masyarakat Indonesia, dan juga dunia.

Project perancangan permainan digital “LAGA PENDEKAR” berupa Game On Line dan Game Play Station ini, tentu diharapkan mampu mengambil peran dalam usaha mempopulerkan kembali Pencak Silat kepada golongan muda sebagai bidikan utama, agar paling tidak dapat mengenali budaya asli, mengetahui, dan diharapkan mampu ikut menyebarkan dan mempertahankannya.

By.... R10N Pagar Nusa Depok (Sunting By Project “LAGA PENDEKAR” Ditulis oleh :BONIFACIO R)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar